Halaman

Minggu, 13 Maret 2011

Nasionalisme



A. Pengertian Nasionalisme
1. Pengertian Nasionalisme secara umum
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.
2. Pengertian Nasionalisme menurut para ahli
Telah ada banyak pemikir yang mencoba men-definisikan nasionalisme. Beberapa pemikiran para ahli tersebut dapat dikemukakan di sini. Oleh karena begitu banyak ahli atau pemikir yang berbicara me-ngenai nasionalisme, maka kita akan membatasi diri mengutip beberapa pemikir yang penting saja. Ada pemikiran yang diulas lebih panjang, ada yang singkat dan
sekadar informasi. Pemikiran para pe-mikir yang dibahas di sini membantu kita untuk me-mahami nasionalisme Indonesia secara lebih baik dan lengkap.
1. Joseph Ernest Renan dari Prancis (1822–1892)
Bangsa adalah sekelompok manusia yang punya kehendak untuk bersatu karena mempunyai nasib dan penderitaan yang sama pada masa lampau dan mereka mempunyai cita-cita yang sama tentang masa depannya. Persamaan masa lalu dan keinginan untuk menyongsong hari depan itulah yang menyatukan mereka dalam satu kelompok dan menimbulkan rasa kebangsaan.
2. Mohammad Yamin (Indonesia)
Bangsa adalah sekelompok manusia yang bersatu karena adanya persamaan sejarah (rasa senasib dan sepenanggungan), persamaan bahasa dan persamaan hukum (hukum adat dan kebudayaan).
Mohammad Yamin menyatakan bahwa pengertian “Bangsa Indonesia” dalam ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah bangsa Indonesia dalam taraf “Bangsa Kebudayaan” (Cultuur Nation), sedangkan pengertian “Bangsa Indonesia” yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan “Negara Bangsa” (Staats Nation).
3. Otto Bauer (Jerman, 1882–1939)
Bangsa adalah suatu kesatuan perangai yang muncul karena adanya persatuan nasib. Jadi, bangsa merupakan kelompok manusia yang mempunyai persamaan karakter yang tumbuh karena adanya persamaan nasib.
Bangsa sesungguhnya adalah kumpulan dari rakyat yang telah bertekad untuk membangun masa depan bersama. Mereka dipersatukan karena mempunyai persamaan sejarah dan cita-cita, yang kemudian merasa terikat karena mempunyai tanah air yang sama. Hasrat bersatu yang didorong oleh persamaan sejarah dan cita-cita tersebut mengarahkan rakyat yang mendiami suatu wilayah tertentu untuk menjadi bangsa, yang dalam perkembangannya menjadi salah satu unsur terbentuknya negara. Kemudian mereka mendirikan negara yang akan mengurus terwujudnya keinginan mereka tersebut.
Dahulu orang berpendapat bahwa bangsa hanya dapat dibentuk oleh suatu masyarakat yang berasal dari suatu keturunan yang sama, satu adat-istiadat yang sama. Akan tetapi, pendapat itu belum dapat dipastikan sebagai satu-satunya pendapat yang benar. Sebab dari kenyataan, terdapat bangsa-bangsa yang berhasil didirikan berdasarkan keanekaragaman corak budaya dan etnis. Contohnya: bangsa Amerika Serikat dan juga bangsa Indonesia. Kedua bangsa ini terdiri atas beranekaragam suku bangsa, budaya, agama, etnis dan lain-lain, tetapi ternyata tetap dapat mewujudkan dirinya sebagai satu bangsa. Dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, bangsa Indonesia berhasil mewujudkan dirinya sebagai satu bangsa yang kompak.
Bagaimana kita dapat menyimpulkan pengertian nasionalisme di atas? Apa yang dikemukakan para pemikir tersebut sebenarnya adalah poin-poin penting yang harus ada bagi terbentuknya sebuah nasionalisme. Friedrich Hertz, seorang ahli asal Jerman dalam bukunya, Nationality in History and Politics dapat membantu kita untuk memahami poin-poin penting bagi terbentuknya nasionalisme dan sekaligus menjadi kesimpulan atas pendapat para ahli di atas. Bagi Hertz, pembentukan sebuah bangsa harus memenuhi empat unsur aspiratif berikut.
1. Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan sosial, ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi dan solidaritas.
2. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional yang sepenuhnya, yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap urusan dalam negeri.
3. Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualitas, keaslian, atau kekhasan. Misalnya, menjunjung tinggi bahasa nasional.
4. Keinginan untuk menonjol (unggul) di antara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan, pengaruh dan prestise.
Dalam kenyataannya, keempat unsur ini men-jadi faktor penting bagi munculnya suatu bangsa. Adanya persamaan nasib, keinginan dan cita-cita merekatkan kelompok-kelompok masyarakat menjadi satu bangsa dan membentuk negara, yang di-yakini dapat melindungi, menampung dan mewujudkan cita-citanya.

B. Beberapa bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.
Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.
C. Pengertian Belajar

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.




D. Hubungan Antara jiwa nasonalisme dengan cara belajar siswa

Dilihat dari pengertian nasionalisme yaitu satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Maka nasionalisme sangatlah mendukung dalam pembelajaran siswa. Hal itu terjadi karena selain adanya tuntutan belajar dari orang tua , siswa juga telah memenuhi atau menjalankan yang namanya sikap nasioalisme dengan cara belajar dengan tekun. Sehingga dalam kedepan, siswa yang sebagai penerus bangsa bias memimpin bangsa ini untuk maju karma jiwa nasionalisme telah tertanam dalam jiwa anak tersebut

Tidak ada komentar: